Penjor adalah sebatang bambu utuh dari pangkal hingga ujung yang dihias dengan pucuk enau atau janur yang diukir. Pada batang bambu tersebut juga digantungkan berbagai jenis hasil bumi yakni padi, pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (kelapa, mentimun, pisang, nanas), pala wija (jagung), kue dan tebu. Pada ujung bambu, digantungkan sampyan, yakni sebuah rakitan janur berbentuk seperti cupu dengan beraneka bunga dan porosan di dalamnya. Porosan adalah setangkup sirih pinang yang dikemas dengan potongan janur sepanjang ruas jari. Sebagai pelengkap, pada lengkungan penjor juga digantungkan dua lembar kecil kain berwarna putih dan kuning serta sebelas uang kepeng.
Sebagai sarana upacara, penjor dilengkapi dengan lamak, yaitu semacam taplak panjang dari daun enau yang dirajut dengan lidi bambu. Penjor juga dilengkapi dengan Sanggah yaitu rajutan bambu berbentuk bujur sangkar dengan atap melengkung (oval).
Tafsir lain berdasarkan lontar “Tutur Dewi Tapini”, yaitu lontar yang menjadi acuan dalam membuat sesajen untuk upacara keagamaan di Bali, menyebutkan simbol-simbol dalam lontar adalah sebagai berikut:
- Bambu (dan kue) sebagai fibrasi kekuatan Dewa Brahma
- Kelapa sebagai simbol fibrasi Dewa Rudra
- kain Kuning dan Janur sebagai simbol fibrasi Dewa Mahadewa
- Daun-daunan (plawa) sebagai simbol fibrasi Dewa Sangkara
- Pala bungkah dan pala gantung sebagai simbol fibrasi Dewa Wisnu
- Tebu sebagai simbol fibrasi Dewa Sambu
- Padi sebagai simbol fibrasi Dewi Sri
- Kain putih sebagai simbol fibrasi Dewa Iswara.
- Sanggah sebagai simbol fibrasi Dewa Siwa.
- Upakara sebagai simbol fibrasi Dewa Sadha Siwa dan Parama Siwa.
Semua Dewa tersebut merupakan personifikasi dari kekuatan-kekuatan Tuhan Yang Maha Satu.
Keterangan:
Foto-foto karya Widnyana Sudibia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar