Oleh: Maria EkaristiWarungnya sederhana saja. Hanya bangunan semi permanen di atas areal seluas 3,5 x 6 meter. Hidangan yang disajikan pun sederhana: nasi campur ala Bali. Namun omset yang berputar di situ tergolong luar biasa: sekitar Rp 4,5 juta per hari. Maklum, dalam setengah hari warung milik Ni Wayan Resmiyani ini menghabiskan sedikitnya 28 ekor ayam yang diolah dengan beberapa cita rasa sebagai lauk dari nasi hidangannya. Semua itu ludas oleh para langganananya yang sebagian besar adalah karyawan, pejabat pemeritah, politisi, pedagang, pebisnis dan mahasiswa-mahasiswa asal
Buleleng yang berkuliah di Denpasar. Lalu apa keistimewaan yang menyebabkan warung itu begitu laris? Tak lain, ayam betutunya yang mmmmmuaaaah! Enak banget!
Waktu saya datang ke warung itu, saya langsung memesan hidangan andalan mereka. Hanya dalam 5 menit terhidang di depan saya sepiring nasi dari beras merah dengan lauk ayam betutu, ayam suwir, ayam goreng, sayur urap dan kuah baso ayam. Itulah nasi campur ala Bali versi warung yang dikenal dengan sebutan Warung "Nasi Barak” (nasi beras merah) ini. Dan, itulah menu andalan mereka karena memang itu menu satu-satunya yang mereka hidangkan sejak 2002.
Di lidah saya, bumbu betutu warung ini memang khas. Aroma jahe dan serehnya yang dominan membuat ayam yang terbaluri bumbu tersebut terasa sangat gurih. Nyangluh, kata orang Bali. Rasa gurih itu seolah melekat di rongga mulut sehingga membuat hidangan tersebut terasa lezat dari suapan pertama hingga suapan terakhir. Yang mengejutkan, untuk semua kenikmatan tersebut anda cukup menggantinya dengan uang hanya sebesar Rp10 ribu!
Warung "Nasi Barak” ini berlokasi di pinggir jalan di kawasan Banjar Abian Luang, Baturiti. Jalan ini merupakan jalan utama Denpasar-Bedugul-Singaraja. Sebagai ancar-acar, lokasi warung ini kurang lebih sekitat sekitar 3,5 kilometer dari pusat oleh-oleh “Kawan Jogger” atau sekitar 2 kilometer dari “CafĂ© Tahu”. Hanya saja, jangan datang ke sana setelah lewat tengah hari. Sebab, sekitar pukul 12 warung itu sudah tutup karena persediaan makanan sudah ludas. Ketika saya tanya Resmiyani, sang pemilik warung, soal kemungkinan menambah “jam tayang” warungnya agar pelanggan yang datang sore hari punya kesempatan menikmati hidangannya, perempuan dengan penampilan bersahaja ini mengatakan bahwa dirinya tak sanggup mengelola warung dalam ukuran besar.
“Biarlah segini saja. Kalau terlalu banyak, saya tak sanggup menyediakan masakannya. Saya takut nanti malah tidak enak. Kasihan pelanggan,” ucapnya sembari tersenyum tulus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar